ADA yang bertanya apa masih perlu digelar debat Pilgub Kaltim yang ke-3? Pertanyaan itu muncul setelah mereka melihat beberapa gelagat yang terjadi dalam pelaksanaan debat ke-2 yang berlangsung di CNN Indonesia, Jakarta, Minggu (3/11) lalu.
Sepertinya ada beberapa hal yang mesti dilihat. Misalnya soal tempat. Mengapa harus di Jakarta? Dipindahkannya lokasi debat dari Kaltim ke Jakarta pasti berkaitan dengan tempat disiarkannya acara ini. Tentu karena studio TV-nya di Jakarta. Sebenarnya TV sekarang ini sudah bisa siaran langsung di mana saja. Teknologi sudah tak ada masalah. Jadi crew dan peralatannya saja yang diboyong ke daerah, bukan kita yang harus terbang ke sana.
Tapi saya dengar kontraknya sudah begitu. Kalau dipindahkan ke daerah, maka ada tambahan biaya lagi. Jadi ya terpaksa tetap di Jakarta. Debat ke-3 dijadwalkan 20 November mendatang. Kalau tak salah, yang memenangi kontrak adalah Metro TV.
Biaya bagi KPU mungkin tak masalah sepanjang sudah dianggarkan dalam APBD. Meski itu juga uang rakyat yang semestinya dihemat. Tapi bagi paslon hal ini menjadi masalah tersendiri. Sebab, mereka ke Jakarta tidak sendiri. Banyak yang diangkut. Mulai tim pengamanan sampai tim pendukung dan utusan partai yang bisa mencapai ratusan orang. Belum lagi kehilangan waktu untuk kampanye.
Selain Pilgub, kabarnya ada beberapa debat Pilbup dan Pilwali juga dilaksanakan di Jakarta. Yang perlu dipertimbangkan tidak semua paslon mampu. Debat di daerah dengan tv lokal sebenarnya sudah cukup. Kan bisa nonton lewat live streaming?
Ketua KPU Kaltim Fahmi Idris menyebutkan alasan dilaksanakannya debat di TV nasional agar dapat meningkatkan jangkauan audiens serta memberikan paparan yang lebih luas bagi kedua paslon.
Sepertinya betul saja. Apalagi kalau acara ini disiarkan TV swasta nasional tentu gengsinya memang lain. Semua orang bisa menyaksikan, tidak saja warga dari Kaltim.
Ada juga yang berkaitan dengan tata tertib. Sepertinya KPU harus jeli membuat tata tertib, yang tidak terkesan menguntungkan atau merugikan salah satu calon. Karena yang diundang berdebat itu paslon (berdua) dan sesuai dengan PKPU-nya, maka kerjasama calon dalam menyampaikan jawaban atau gagasan bersama-sama sah-sah saja. Tak perlu disekat-sekat atau dibatasi. Kalaulah paslon Isran-Hadi menyampaikan protes tentu tak salah.
“Beberapa menit sebelum debat ke-2 dimulai, kami sempat berdebat dengan KPU Kaltim agar tata tertib diubah karena melanggar aturan KPU sendiri, tapi KPU mengabaikan protes kami,” kata Iswan Priyadi, ketua Tim Pemenangan Isran-Hadi.
Menurut Abdul Qayyim Rasyid dari KPU Kaltim, tatib tidak ujug–ujug muncul, melainkan hasil kesepakatan bersama. “Apa yang berjalan dalam debat merupakan implementasi dari aturan yang mengatur. Semua sudah disepakati LO (Liaison Officer) dari kedua kubu,” jelasnya.
Berkaitan dengan model pertanyaan, tim panelis harus juga berhati-hati dan bijaksana dalam menyusun kalimat pertanyaan. Apalagi pesertanya ada yang berstatus petahana. Kalaulah kalimat pertanyaan tak diformulasikan dengan baik, pasti pihak petahana merasa dirugikan atau sengaja disudutkan. Dan implikasi lanjutannya adalah kecurigaan terhadap panelis sudah “masuk angin” atau berpihak ke paslon lain.
KPU juga harus memahami masalah ini. Pertanyaan yang membandingkan kinerja petahana bisa menguntungkan lawan. Sebab, lawan belum pernah di posisi yang sama. Jadi jawabannya tinggal akan diadakan, akan ditingkatkan dan akan semuanya. Berbeda dengan posisi petahana.
Menurut Wakil Ketua Bidang Hukum Tim Pemenangan Isran Hadi, Roy Hendrayanto, pada debat ke-2 setidaknya ada 3 pertanyaan yang terkesan menyudutkan pasangan Isran-Hadi. Karena itu mereka mengusulkan pergantian panelis yang lebih netral dan kredibel.
Ada juga yang menyangkut teknis jawaban. Dalam debat Pilgub 2018, paslon tidak diperkenankan membawa catatan. Mungkin pola ini baik juga menjadi alternatif. Biar paslon lebih diuji kepiawaiannya dalam menyampaikan gagasan atau jawaban di luar teks. Ini sekaligus untuk mengurangi kecurigaan adanya kebocoran soal atau membaca jawaban yang sudah disiapkan.
Tim hukum Isran-Hadi mencurigai terjadinya kebocoran soal, meski moderator debat berkali-kali menyatakan pertanyaan masih dalam amplop tersegel atau tertutup.
SALING ADU DAN PROTES
Suasana kampanye Pilgub Kaltim diwarnai situasi yang cukup hangat. Kubu Paslon 2 sempat melaporkan akun Tiktok AK dan AMA ke Polda Kaltim atas dugaan ujaran kebencian.
“Kami melaporkan akun AK dan AMA atas dugaan ujaran kebencian yang menyerang paslon kami, khususnya terkait dengan politik dinasti dan serangan personal,” kata Ketua Tim Divisi Hukum Rudy-Seno, Saut Marisi Purba seperti diberitakan Sapos.
Akbar, aktivis yang dilaporkan mengaku kecewa dengan sikap kubu Paslon 2. “Kenapa harus dilaporkan? Kenapa tidak dijawab saja kritiknya? Tapi saya siap mengikuti prosedur hukum jika dipanggil Polda,” jelasnya.
Dalam kesempatan terpisah Rudy menjelaskan bahwa sistem politik Indonesia adalah demokrasi bukan monarki. Dia dan keluarganya terpilih bukan karena penunjukan, tapi melalui mekanisme pemilihan. “Yang menentukan masyarakat, kalau calonnya memiliki kompetensi, kenapa tidak?” tandasnya kepada media.
Pengajar Komunikasi Politik Unmul, Jonathan Alfando menilai pelaporan tersebut bisa menjadi blunder terhadap elektabilitas paslon. “Masyarakat jadi bertanya-tanya, bagaimana nanti jika paslon tersebut menjadi gubernur,” tanyanya seperti diberitakan kaltimkece.id.
Pendukung Rudy-Seno juga mempersoalkan beberapa celetukan atau pernyataan Isran di arena debat yang dianggap menabrak etika. Seperti soal “mau jadi gubernur ya?” Juga sikap Isran yang tidak mau bertanya karena menganggap lawannya tidak berpengalaman. Termasuk juga soal keterlibatan keluarga dalam kasus korupsi.
Isran sendiri menganggap tidak ada yang berlebihan. Dia menganggap pernyataannya masih dalam batas kewajaran. Malah disampaikannya datar-datar saja, tidak meledak-ledak. Tidak menyerang personal. Dia juga berprinsip apa yang disampaikannya adalah fakta. “Kalau fakta ‘kan biasa-biasa saja, kecuali fitnah,” ujarnya.
Ketika berlangsung debat ke-2, Wakil Ketua Tim Rudy-Seno, Sudarno mencak-mencak menyampaikan protes di depan Ketua KPU. Dia akhirnya diajak ke pinggir oleh petugas wanita dari KPU sambil disoraki oleh audiens, yang melihat ulahnya.
Tim Hukum Isran-Hadi juga mempersoalkan kebijakan Dinas Pemuda Olahraga (Dispora) Pemprov Kaltim berkaitan peminjaman venue halaman parkir GOR Kadrie Oening di Sempaja pada 21-24 November untuk kampanye akbar. Sebab, pihak Isran-Hadi hanya disetujui 21-22 November saja. Ternyata di hari selanjutnya ada kampanye paslon lain di areal stadion. Padahal surat pengajuan Isran-Hadi lebih dulu dimasukkan. “Kami masih menunggu jawaban dari UPTD Gelora Kadrie Oening, jangan sampai ada keberpihakan,” kata Roy Hendrayanto.(*)