GUBERNUR Kaltim Dr Isran Noor termasuk salah seorang gubernur yang terbilang dekat dengan Presiden Jokowi. Bahkan juga disayang. Sepertinya hubungan yang erat itu tidak terlepas dengan dukungan Isran kepada gagasan besar Jokowi memindahkan Ibu Kota Jakarta ke Kalimantan Timur. Saya pernah mendengar ucapan sekilas dari Mendagri Tito Karnavian soal itu. “Presiden memang sayang dengan Pak Isran,” begitu kalau tak salah diucapkan Tito ketika saya ikut makan bersama waktu masih aktif menjadi wali kota.
Bayangkan dalam kasus Sekretaris Provinsi (Sekprov) Kaltim pada awal masa jabatan Isran, Presiden Jokowi mau mengalah. Presiden sudah mengeluarkan keputusan (Keppres No 133 tanggal 2 November 2018) yang menetapkan sekprov Kaltim, yang proses pemilihannya pada masa Gubernur Awang Faroek adalah Drs Abdullah Sani. Tapi Isran tak kunjung melantik, meski sudah 8 bulan Keppres Abdullah Sani itu diterbitkan. “Dia bukan sekprov pilihan saya,” begitu alasan Isran, yang saat itu menyodorkan nama lain, Ir Muhammad Sa’bani.
Dalam seleksi calon sekprov, Sa’bani memang menempati urutan teratas. Nilai yang diraih Sa’bani tertinggi dibanding dua calon lainnya, Abdullah Sani dan HM Aswin.
Mendagri Tjahjo Kumolo waktu itu tak mau kalah dengan sikap Isran. Dia memanggil Abdullah Sani ke Jakarta. Akhirnya proses pelantikan berlangsung di Kantor Kemendagri. “Ini sudah sesuai Keppres yang menetapkan Abdullah Sani sebagai sekprov Kaltim. Saya juga harus menjaga kewibawaan Presiden,” kata Tjahjo menyampaikan alasan mengapa pelantikan tetap dilaksanakan meski tanpa kehadiran Isran.
Toh Isran tetap bergeming. Meski sudah dilantik Mendagri, Abdullah Sani tetap saja tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai sekprov. Isran tak peduli. Malah Sa’bani ditetapkan sebagai pelaksana tugas (Plt). Di luar dugaan, yang luluh malah Presiden Jokowi. Keppres No 133 dicabut dan selanjutnya menetapkan nama sekprov yang baru, M Sa’bani sesuai dengan keinginan Isran. Sesuatu yang tidak gampang Presiden bisa meralat keputusannya.
Sekarang sekprov Kaltim dijabat Sri Wahyuni, yang sebelumnya Kepala Dinas Pariwisata Kaltim. Sri dilantik Isran akhir Maret lalu menyusul purnatugasnya Sa’bani. Sedang Abdullah Sani, 1 Februari 2022 yang lalu meninggal dunia dengan jabatan terakhir sebagai kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Kaltim.
Gubernur Isran termasuk salah seorang kepala daerah yang kuat berpendirian. Ketika dia menjabat bupati Kutai Timur (2009-2015), dia pernah menggugat temuan BPK Kaltim, yang mempersoalkan pemberian bantuan kepada Yayasan YPTAIS di mana Isran terlibat dalam pengurusan yayasan. Isran juga pernah berhadapan dengan Churchill Mining Pty Ltd ketika dia digugat sebesar US$ 1,05 miliar di Tribunal International Centre for Settlement of Investment Dispute (ICSID) dan sebaliknya Isran melaporkan perusahaan tersebut ke kepolisian karena diduga melakukan pemalsuan dokumen izin pertambangan di Kutim.
Sebagai gubernur Kaltim, Isran juga sering tidak sejalan dalam pembahasan APBD Kaltim dengan DPRD. Beberapa kali pembahasan anggaran berlangsung molor dan bahkan terancam tidak bisa ditetapkan. Tapi dia tetap teguh dengan kebijakannya.
DIBERIKAN LAGI KE DAERAH
Presiden Jokowi minggu lalu mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No 55 Tahun 2022, yang sepertinya juga merespon dan memenuhi tuntutan Gubernur Isran dalam hal kewenangan pemberian perizinan di bidang pertambangan.
Isran sudah berkali-kali dalam berbagai kesempatan mengomel soal hiruk pikuk pertambangan batu bara, di mana daerah tidak punya kewenangan mengatur dan mengawasi menyusul terbitnya UU No 3 Tahun 2020. Akibatnya, pertambangan liar alias tanpa izin tumbuh menjamur di depan mata.
“Kami tak bisa mengawasi karena tak punya kewenangan. Penambangan liar pun menjadi-jadi dan sudah menjadi momok. Negara seperti tak punya wibawa, kalaupun ada sisa sedikit,” kata Isran di depan Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI dengan Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Senin (11/4) lalu.
Saeful Zaman Channel Penggema Suara Hati Rakyat dalam podcast-nya menilai Isran sangat berani menyampaikan masalah itu. Padahal seharusnya hubungan Gubernur Isran dengan Presiden Jokowi lagi mesra-mesranya berkaitan dengan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di wilayah Kaltim. Jadi sepertinya ada sesuatu yang harus dibereskan, katanya.
Sehari setelah ucapan Isran yang kencang di DPR itu, Presiden ternyata sudah langsung merespon dengan menerbitkan PP 55 tentang Pendelegasian Pemberian Perizinan Berusaha di Bidang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba). “Itu bukti bahwa Presiden tetap sayang dengan Pak Isran,” kata seorang pejabat Kaltim.
Dirjen Minerba Ridwan Djamaluddin dalam keterangan persnya mengatakan, bukan semua kewenangan perizinan diberikan kepada daerah, melainkan hanya sebagian saja. Pendelegasian kewenangan yang diberikan meliputi pemberian sertifikat standar dan izin. Kemudian, pembinaan atas pelaksanaan perizinan berusaha yang didelegasikan, serta pengawasan atas pelaksanaan perizinan berusaha yang didelegasikan.
Kepada wartawan, Gubernur Isran mengatakan masih mempelajari PP 55 tersebut. Walaupun kewenangan sudah diberikan Presiden, sebagian tuntutannya belum terjawab. Isran juga menggugat soal bagi hasil. “Bagi hasil untuk daerah penghasil seharusnya tidak hanya sebesar royalty. Sebab tambang batu bara di Kaltim itu open pit mining (penambangan terbuka di permukaan). Kerusakannya lebih besar, jadi mestinya bagi hasil harus lebih besar, 30-40 persen dari hasil pendapatan penjualan batu bara,” katanya.
Berdasarkan UU No 3/2020, pemerintah daerah mendapat porsi 6 persen dari keuntungan bersih para pemegang IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) sejak mereka berproduksi. Dari 6 persen itu, 1,5 persen menjadi jatah pemerintah provinsi, 2,5 persen untuk pemerintah kabupaten/kota penghasil dan 2 persen untuk pemerintah kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang sama.
Dalam keterangan kepada mediakaltim.com, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim menilai Perpres 55 belum bisa mengatasi dampak negatif dari pertambangan. Bahkan peraturan tersebut bisa menjadi celah baru dalam praktik korupsi. “Yang dibagi itu hanya kewenangan administrasi daerahnya saja. Tidak terlihat soal pemberian sanksi bagi pelanggar Perpres, kontrol rakyat terhadap pertambangan, hingga hak veto rakyat,” kata Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang.
Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Sugeng Mjiyanto menegaskan, kewenangan yang diberikan kepada pemerintah provinsi dalam Perpres 55 itu tidak bisa lagi didelegasikan kepada pemerintah kabupaten/kota. Itu artinya pemerintah kabupaten/kota tetap tak punya kewenangan dalam pemberian izin tambang seperti sebelum terbitnya UU No 3/2020. “Wah gagal Pak Bupati/Wali Kota jadi raja kecil seperti dulu,” kata seorang pengamat.(*)