Gunung Bayan, Datuk dan H Asfia

Gunung Bayan, Datuk dan H Asfia

Dari kiri: Pak Lim, Pak Zam, Pak Dahlan Iskan, Datuk Dr Low Tuck Kwong, dan Haji Ahmad Asfia.

GUNUNG BAYAN sempat didemo. Itu gara-gara berita tentang perusahaan itu memberi bantuan dana pendidikan atau beasiswa kepada perguruan tinggi (PT) di luar Kaltim sebesar Rp 500 miliar. Tentu saja menimbulkan kecemburuan. Tapi belakangan isu Rp 500 miliar itu tidak terlalu tepat. Karena ternyata jumlahnya Rp 200 miliar. Disalurkan ke beberapa PT. Apalagi dana yang diberikan adalah dana pribadi owner, bukan perusahaan.

Belakangan diketahui juga regulasi program kepedulian sosial atau CSR masih lemah. Karena tidak cukup aturan turunannya. Karena itu Gubernur Kaltim Isran Noor mengeluarkan Pergub untuk memberikan panduan, sehingga tidak terjadi lagi kesimpangsiuran dalam penerapannya di kemudian hari.

Terlepas soal dana CSR yang menghebohkan itu, Gunung Bayan saat ini memang salah satu perusahaan tambang batu bara terbesar di Kaltim bahkan di Indonesia. Saking besarnya, sang pemilik saham terbesar, Datuk Dr Low Tuck Kwong disebut Majalah Forbes sebagai salah satu dari 10 orang terkaya di Indonesia. Total kekayaannya mencapai Rp 30 triliun lebih atau 3 kali APBD Kaltim.

Datuk aslinya kelahiran Singapura, 17 April 1948. Berarti usianya sudah 74 tahun. Pada tahun 1972, saat berusia 24 tahun, dia memutuskan pindah ke Indonesia. Mulanya dia merintis usaha konstruksi seperti bisnis sang ayah, Low Sum di Singapura.

Ia membuat perusahaan konstruksi yang khusus menangani pekerjaan umum, konstruksi bawah tanah hingga konstruksi bawah laut. Perusahaan konstruksi sipil ini kemudian mendapat kontrak batu bara pada tahun 1988.

Sejalan dengan perkembangan usahanya, Datuk memutuskan berpindah kewarganegaraan dari warga negara Singapura menjadi warga negara Indonesia (WNI) pada tahun 1992.

Datuk Low Tuck Kwong dianugerahi gelar Doktor HC (honoris causa) dari Universitas Notre Dame of Dadiangas, Filipina pada tanggal 17 Maret 2012 dan memiliki diploma di bidang teknik sipil (Civil Engineering) dari Japan Institute.

Ketika Pak Dahlan Iskan melakukan perjalanan ke Tabang, Datuk menerima langsung bersama Pak Lim. Dia memanggil Pak Dahlan sebagai Pak Menteri. Mungkin teringat waktu Pak Dahlan menjadi menteri BUMN.

Saya hanya satu dua kali saja pernah bertemu Datuk. Yang saya ingat pada acara HUT Kota, saya atas nama Pemerintah Kota memberikan penghargaan atas dedikasi dan pengabdiannya mengembangkan usaha di Kaltim, khususnya di Balikpapan.

Nama Gunung Bayan memang sudah terlalu populer. Berawal ketika Datuk mengakuisisi perusahaan tambang PT Gunung Bayan Pratamacoal dan PT Dermaga Perkasapratama di tahun 1997. Setahun kemudian Datuk mengoperasikan terminal batu bara terbesar di Teluk Balikpapan. Saya pernah meninjau ke sana.

Dengan mengakuisisi sejumlah konsesi baru, Datuk membentuk perusahaan induk, yang belakangan dikenal sebagai PT Bayan Resources Tbk (BYAN). Datuk bertindak sebagai direktur utama dengan didampingi 8 direktur. Salah satunya Pak Lim, lengkapnya Lim Chai Hock, yang banyak berada di Kaltim.

Sewaktu saya masih wali kota, saya sering bertemu Pak Lim berkaitan kerjasama pembangunan power plant dengan Perusda Pemkot, meneruskan apa yang sudah dirintis Pak Imdaad Hamid, wali kota sebelumnya. Sayang kerjasama itu putus di kemudian hari.

Dalam rilis resminya, Bayan Group mengklaim sebagai inovator di bidang industri pertambangan batu bara, yang terus mengembangkan teknologi baru sehingga mengukuhkan posisinya sebagai salah satu produsen batu bara berbiaya terendah di Indonesia.

Menurut laman resmi perusahaan, Bayan Resources memiliki lima kontrak batu bara dengan 16 izin usaha pertambangan (IUP) seluas 126 ribu hektare di Kaltim dan Kalsel. Saat ini, konsesi tersebut dibagi menjadi 4 proyek pertambangan aktif.

Ada tambang Teguh Sinar Abadi atau Firman Ketaun Perkasa (FKP) di Kutai Barat dengan produksi 3 juta ton setahun. Tambang Perkasa Inakakerta di Kutai Timur dengan produksi 1-2 juta ton setahun. Ada tambang Tabang/Pakar di Kutai Kartanegara yang produksinya akan ditingkatkan menjadi 50 juta ton per tahun. Terakhir tambang Wahana Baratama Mining di Satui, Kalsel dengan produksi 1-2 juta ton setahun.

Bayangkan, data yang saya peroleh sampai kuartal ketiga 2021 lalu, Bayan sudah memproduksi 27,3 juta ton. Batu bara itu terbesar dijual ke Filipina, menyusul China, Korea, India, dan Malaysia. Hasilnya, Bayan meraup laba sekitar Rp 9,5 triliun saat itu. Apalagi sekarang. Pasti lebih besar.

Ada kabar menarik dari Gubernur Isran. Gunung Bayan menyampaikan niatnya untuk memperbaiki dan meningkatkan Jembatan Mahakam (Jembatan Mahkota 1) sama dengan jembatan di sebelahnya, Jembatan Mahkota 2. Biaya semuanya ditanggung Gunung Bayan. “Itu disampaikan langsung oleh Datuk kepada saya,” kata Isran beberapa waktu lalu.

Tujuannya, selain jembatan kembar itu lebih serasi dan cantik, juga memungkinkan kapal dan ponton batu bara lewat lebih aman. Maklum selama ini Jembatan Mahkota 1 sering kena tabrak. Isran sendiri menyambut baik rencana itu. “Mudah-mudahan bisa segera direalisir,” katanya.

Haji Ahmad Asfia, Gubernur Isran Noor, dan Roy Nirwan.

SPESIALIS KONTRAKTOR TAMBANG

Di tengah meningkatnya produksi batu bara Gunung Bayan terutama dari lokasi Tabang, di sana ada salah seorang kontraktornya dari pengusaha daerah. Dia adalah Haji Ahmad Asfia, yang juga akrab dipanggil Aseng. Lengkapnya Djie Tjin Seng.

Haji Asfia adalah pengusaha asal Tarakan, yang besar di Balikpapan. Bersama beberapa tokoh pengusaha lainnya, dia terbilang akrab dengan Pak Imdaad Hamid. Bahkan sampai sekarang. Kalau Pak Imdaad pulang dari Jakarta, dia yang sering memfasilitasi. Dia sangat menghormati wali kota ke-8 Balikpapan tersebut karena dia mulai berkembang pada masa itu.

Di bawah bendera PT Karunia Wahana Nusa, H Asfia berkembang menjadi spesialis kontraktor perusahaan tambang batu bara. Awalnya dia kontraktor umum khususnya konstruksi. Sebelum di Gunung Bayan, dia juga kontraktor perusahaan tambang asal Korea, PT Kideco Jaya Agung di Kabupaten Paser. Dia mengendalikan ribuan pekerja di beberapa lokasi.

Ketika saya sibuk menangani wabah Covid-19 tahun 2020 lalu, bersama sejumlah pengusaha di antaranya Johny Santoso, Charles, Hendry Tatang dan lainnya, Haji Asfia menggalang dana untuk pembelian APD (alat pelindung diri) untuk petugas kesehatan lewat Gerakan Balikpapan Peduli Corona (GBPC), yang diketuai Roy Nirwan.

Bersama Roy juga, Haji Asfia aktif menjadi pengurus Perbakin Kaltim. Dia pernah terlibat aktif dalam Kejuaraan Menembak Kapolda Kaltim. Di tengah kesibukannya menjadi pengusaha, perhatiannya terhadap kegiatan sosial dan olahraga tetap dilakukannya. Dia juga pembina organisasi Persaudaraan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) di daerah ini.

Saya sangat menghormati dan mengapresiasi tokoh pengusaha yang satu ini. Dia pekerja keras, tak banyak bicara, tapi terus berkiprah dan mampu tumbuh sebagai pengusaha daerah yang andal dan berkualitas. Itu sebabnya Datuk Low Tuck Kwong memberi kepercayaan besar dalam peningkatan produksi tambang batu bara Gunung Bayan.

Pak Dahlan sampai menulis khusus tentang Haji Asfia. Judulnya singkat, “Aseng.” Yang dipuji Pak Dahlan, selain prestasi usahanya yang luar biasa, juga aktivitas ibadahnya yang sangat kuat. Haji Asfia dikenal masyarakat setempat sangat perhatian terutama dalam membantu pembangunan masjid. Ia juga membangun masjid di hutan tambang dengan mendatangkan imam dari Balikpapan, lulusan Pondok Salafiyah Bangil, Jatim.

“Dalam hal salat, saya kalah jauh dari Aseng. Bukan saja seringnya, juga khusyuknya. Saya perhatikan salatnya: tiga kali lebih lama dari salat saya,” begitu kata Pak Dahlan.

Saya jadi teringat hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan Ibnu Umar ra. “Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau akan hidup selamanya. Dan bekerjalah (beramal ibadah) untuk akhiratmu, seakan-akan engkau akan mati besok pagi.” Sepertinya H Asfia mengamalkan hadis tersebut. Dan sukses.(*)