SAYA hampir dua tahun tidak pernah ke Bali. Pokoknya selama mewabahnya Covid-19. Baru pekan lalu saya bisa datang ke Pulau Dewata. Kebetulan ada seminar Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) dikaitkan dengan menyambut pelaksanaan G-20, 15-17 Juli 2022. Saya datang sebagai ketua ISEI Balikpapan bersama para ketua ISEI seluruh Indonesia. Umumnya mereka dosen atau dekan Fakultas Ekonomi. Tapi ada juga yang tetap memanggil saya “Pak Wali.”
Dari ISEI Kaltim hadir Dr Aji Sofian Efendi (dosen Fekon Unmul) dan Usman Sanusi. Serta Syaiful Anwar dari ISEI Kaltara. Ada juga pengurus ISEI Tenggarong, Kukar. Dulu ketuanya Dr Haryanto Bachroel ketika dia masih menjadi sekda Kukar. Masih ada yang tanya Harry, yang baru saja meninggal dunia. “Pak Harry keluarga kesultanan ya. Pangeran ya? Kita berduka beliau telah tiada,” kata mereka kepada saya.
Terbang ke Bali dari Balikpapan tidak gampang. Ternyata penumpang lagi membeludak. Padahal sudah ada tambahan penerbangan dari Air Asia. Tetap saja full dan tiketnya susah. Saya hampir tak jadi berangkat. Padahal bos Air Asia saya kenal. Tetap saja penuh. Akhirnya saya dapat Citylink di menit terakhir. Pulangnya naik Lion lewat Surabaya. Harga tiketnya melambung sama dengan 10 kg lombok. “Ya penumpangnya banyak, tapi pesawatnya tidak ada. Jadi ya begini jadinya,” kata seorang manajer Bandara Aji Sultan Sulaiman Sepinggan.
Begitu mendarat di Bali saya langsung meluncur ke Bebek Goreng Tepi Sawah, yang tidak jauh dari Bandara Ngurah Rai. Sudah semangat mau melahap, tahu-tahunya sudah habis. Padahal masih siang. Terpaksa saya alih menu, makan ayam betutu, yang juga khas Bali. Satu ekor dihabisi bertiga.
“Bali sudah ramai sekarang, Pak. Kuta juga sudah ramai. Lebih ramai lagi di Canggu apalagi menyambut G-20 bulan Oktober nanti,” kata Johan Wahyudi, sopir GoCar, yang mengantarkan saya ke Mercure. Johan pernah ke Balikpapan. “Saya pernah tinggal di rumah keluarga di Sepinggan,” kata lelaki warga Jember ini.
Acara kami di Hotel Mercure dan Mulia Nusa Dua. Ada tiga agenda selama 3 hari. Seminar tentang keuangan digital, kemudian Rapat Pra-Sidang Pleno ISEI di Semarang, 24-26 Agustus nanti dan terakhir ditutup dengan gala seminar G-20.
Pembicaranya tokoh-tokoh keuangan dalam dan luar negeri. “Keren ‘kan para pembicaranya?” kata Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, yang juga ketua umum ISEI Pusat dan Ketua KAFEGAMA (Keluarga Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada). Maklum acara ini digelar atas kerjasama BI, ISEI dan KAFEGAMA.
Dalam seminar keuangan digital, tampil sebagai pembicara Prof Andrew Sheng (Asia Global Institute Hongkong), Magda Bianco, Co (Chair Global Partnership for Financial Inclusion) dan Filianingsih Hendarta, (Head of Payment System Policy Department, BI), Karaniya Dharmasaputra dari OVO, Friderica Widyasari (OJK), Flore-Anne Messy (OECD) dan Destry Damayanti (Deputi Gubernur Senior BI).
Sedang gala seminar G-20 mengambil tema “Monetary and Financial Sector Policy to Support Stability and Recovery.” Juga tampil sejumlah pembicara dalam dan luar negeri dari berbagai tokoh keuangan, IMF dan, BI dan perbankan lainnya. “Lonjakan inflasi yang terjadi saat ini menjadi masalah yang kompleks bagi bank sentral seluruh dunia,” kata Perry.
Rapat ISEI dibuka Ketua Bidang I ISEI Pusat Dr Anggito Abimanyu dari Tanah Suci, Makkah. Karena dia juga terlibat dalam pengurusan haji sebagai kepala Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Sebelumnya Anggito pernah menjadi dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah.
“Maafkan saya tidak bisa hadir langsung, karena masih mengurusi haji,” kata Anggito. Lalu dia memberi beberapa arahan. Di antaranya persiapan merilis ISEI (Indikator Survei Ekonomi Indonesia) Index, penerbitan kartu anggota digital dan pelaksanaan Sidang Pleno XXII ISEI di Semarang, 24-26 Agustus mendatang. Sempat memberikan laporan perkembangan cabang ISEI dari para korwil termasuk Korwil Timur Dr Sultan Suhab dari Unhas.
Perry Warjiyo membuka seminar pertama melalui webinar. Maklum di Bali, dia juga mengikuti pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G-20. Baru malam keakrabannya dia hadir secara fisik, meski agak terlambat. “Mohon maaf, saya masih mengikuti kegiatan G-20. Sudah satu minggu saya tidak tidur,” katanya.
Untuk membuang kelelahan dan stres, Perry berusaha sesantai mungkin bertemu dengan para ketua ISEI daerah. Kalau tak salah ada 56 cabang. Dia ngomong lepas sambil bernyanyi. “Belum ada kan sambutan sambil nyanyi. Ini saya lakukan,” katanya sambil tertawa.
Beberapa lagu Barat lama dia bawakan dengan tarikan suara semaunya. “Ya suka-suka saya,” katanya bikir gerr. Tapi yang seru ketika dia nyanyi lagu dangdut lawas. Judulnya Terajana, karya “raja dangdut” H Rhoma Irama tahun 1973.
Semua ketua ISEI dan pejabat BI di antaranya Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo langsung bergoyang dengan gayanya yang unik. Saya kaget orang-orang BI yang terkenal serius termasuk para
dekan dan profesor, apalagi kalangan wanitanya, bisa juga bergoyang seperti anak milenial. “Ayo musik yang benar, nanti saya potong honornya,” canda Perry kepada band pengiring seraya tertawa.
Sambil bernyanyi Perry juga mengecek kesiapan ISEI Semarang sebagai tuan rumah Sidang Pleno ISEI akhir Agustus nanti. “Mantap, persiapannya sudah lancar ya,” tanyanya. Lalu dia mendaulat Ketua ISEI Semarang Dr Suharnomo, MSI, yang juga dekan FEB Undip ikut bergoyang. Suharnomo ternyata juga jago menyanyi dangdut termasuk juga Sekretaris Umum ISEI Pusat Dr Solikin M Juhro, MA, yang juga Kepala Kebijakan Moneter dan Ekonomi BI.
Perry juga menggambarkan perekonomian Indonesia yang masih baik di tengah ancaman resesi dunia. Dia juga minta agar ISEI terus meningkatkan perannya memberikan pandangan dan masukan kepada Pemerintah dan semua pihak termasuk akan diterbitkannya ISEI Index.
Berkat lagu Terajana saya bisa ketemu beberapa kepala BI perwakilan Balikpapan dan Samarinda, baik yang bertugas sekarang maupun yang sudah pindah. Saya bertemu Kepala Perwakilan BI Kaltim Ricky Perdana Gozali, Kepala Perwakilan BI Balikpapan Bambang Setyo Pambudi, mantan kepala Perwakilan BI Balikpapan Suharman Tabrani yang sekarang menjadi kepala Perwakilan BI Jakarta. Juga Causa Iman Karana, yang sekarang kepala Perwakilan BI Makassar.
“Kalau sudah asyik seperti ini, kita bisa lupa kalau inflasi lagi mengancam perekonomian dunia termasuk Indonesia dan kita di daerah,” kata saya bercanda kepada Pak Suharman. Sebelum berangkat saya sempat mengecek harga kebutuhan pokok di Pasar Klandasan Balikpapan. Yang mencengangkan harga lombok bisa di atas harga daging. Harga bawang merah dan telur juga naik. Belum lagi harga minyak goreng yang belum stabil.
Ketika di Bali, saya juga jadi teringat teman saya, Pak Ferdinan, pengusaha dan owner perumahan Pantai Mentari Batakan, Balikpapan Timur. Waktu wabah Covid-19 lagi merajalela tahun lalu, dia sengaja terbang ke Bali, yang dianggapnya tenang karena tak ada turis. Selain ada urusan lain. Tahu-tahunya dia terkena Covid di sana dan meninggal dunia. Padahal dia sangat ekstra ketat menjaga dirinya.
Covid memang sempat membuat orang bertumbangan dan Bali sempat tidak lagi menjadi surga wisata. Syukur, sekarang berangsur pulih. Ketika bertemu wanita Bali di arena pameran, saya bilang: tiang tresna ajak adi. Semacam ungkapan perasaan kepada wanita. Dia bilang: matur suksma. Dia tersenyum, saya jadi berkeringat dan teringat tari Kecak. Cak….cak…cak. Cak…cak…cak. Rama lagi menyelamatkan Sinta dari gangguan inflasi, eh Rahwana. Akhirnya tak jadi resesi. Semoga.(*)