Dijahit Waktu Hamil Tua

Ibu Fatmawati ketika menjahit bendera pusaka Merah Putih.

MENJELANG peringatan HUT ke-77 Kemerdekaan RI, saya minta bendera Merah Putih yang dikibarkan di halaman Masjid Agung At Taqwa diganti. Selain warnanya sudah pudar, juga ukurannya tidak terlalu tepat. Saya bilang kepada petugas, jika tidak ada yang dijual jadi, segera dibuat di tukang jahit. Tapi saya minta tidak sampai satu hari sudah bisa dikibarkan.

Petugas kaget kok saya minta cepat betul. Ya saya bilang, malu kita dengan Ibu Fatmawati, istri Presiden Soekarno. Sebab, Ibu Fatmawati ketika menjahit Sang Saka Merah Putih bisa diselesaikan tak lebih  dua hari. Padahal kondisi beliau saat itu dalam keadaan hamil tua.

Bondan Winarno dalam buku “Berkibarlah Benderaku, Tradisi Pengibaran Bendera Pusaka” menuliskan, Ibu Fatmawati menghabiskan waktu dua hari untuk menjahit bendera itu dengan kondisi fisik yang cukup rentan.

Pasalnya, Fatmawati saat itu sedang hamil tua dan menjelang waktunya untuk melahirkan putra sulungnya, Guntur Soekarnoputra. Tak jarang ia menitikkan air mata kala menjahit bendera itu. Sebagai ungkapan rasa haru dan bangga bisa membuat sejarah untuk bangsa.

“Berkali-kali saya menumpahkan air mata di atas bendera yang sedang saya jahit itu,” kata Fatmawati menceritakan peristiwa tersebut.

Ia menjelaskan, bendera dia jahit menjelang kelahiran Guntur. “Ketika usia kandungan telah mencukupi bulannya, saya paksakan diri menjahit bendera Merah Putih. Saya jahit berangsur-angsur dengan mesin jahit Singer yang dijalankan dengan tangan saya. Sebab dokter melarang saya menggunakan kaki untuk menggerakkan mesin jahit,” sambungnya.

Kain yang dipergunakan untuk bendera pusaka itu terbuat dari bahan katun Jepang, yang diambil Kepala Sendenbu Shimizu (Barisan Propaganda Jepang) Chaerul Basri atas perintah Soekarno. Diambil dari gudang di Jl Pintu Air, yang kemudian diantar ke Jl Pegangsaan Timur 56 untuk dijahit oleh Ibu Fatmawati dengan ukuran panjang 300 cm dan lebar 200 cm.

Ibu Fatmawati menikah dengan Bung Karno  pada tahun 1943. Hasil perkawinan mereka dikaruniai 5 anak. Selain Guntur Soekarnoputra, juga Megawati Soekarnoputri (presiden RI  kelima), Rachmawati Soekarnoputri (almh), Sukmawati Soekarnoputri, dan Guruh Soekarnoputra.

Bendera Merah Putih yang dijahit Ibu Fatmawati itu adalah bendera Merah Putih yang pertama kali dikibarkan di Pegangsaan Timur 56 Jakarta di tiang bambu, menandai detik-detik diproklamirkannya Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945. Pegangsaan Timur tidak lain merupakan kediaman Soekarno–Fatmawati.

Pengibaran bendera Merah Putih dilakukan oleh Latief Hendraningrat dan Suhud Sastro Kusumo. Sedang pembawa bendera adalah SK Trimurti. Pada saat upacara proklamasi, Latief berada di sebelah Bung Karno ketika Teks Proklamasi dibacakan.

Karena situasi keamanan, bendera pusaka sempat dibawa ke Yogyakarta pada 4 Januari 1946. Saat itu Presiden Soekarno, Wakil Presiden Bung Hatta dan para menteri lainnya pindah sementara ke Jogya. Lalu Merah Putih dikibarkan di Gedung Agung.

Ketika Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda, tanggal 19 Desember 1948, bendera pusaka sempat diungsikan Husein Mutahar, ajudan Bung Karno. Oleh Husein, bendera sempat dipisahkan warna merah dan putihnya. Agar tidak disita Belanda.

Setelah situasi kembali aman, tanggal 17 Agustus 1949, bendera Merah Putih kembali dikibarkan di halaman Gedung Agung setelah disatukan kembali oleh Soekarno saat ia diasingkan di Bangka, Juni 1949.

Bendera pusaka hasil jahitan Ibu Fatmawati itu terakhir kali dikibarkan di Istana Merdeka pada 17 Agustus 1968, ketika masa kepemimpinan Presiden Soeharto. Setelah itu bendera disimpan dalam ruang Bendera Pusaka di Istana Merdeka karena alasan bendera sudah memudar dan rapuh. Sebagai penggantinya, dipakai bendera duplikat yang terbuat dari bahan sutera.

Ibu Fatmawati meninggal dunia pada usia 57 tahun di Kuala Lumpur dalam perjalanan pulang dari melaksanakan ibadah umrah pada 1980 akibat serangan jantung. Pada tahun 2000 Pemerintah RI   menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional bagi Almarhumah.

Wagub Hadi Mulyadi dan Danrem Brigjen TNI Dendi Suryadi membagikan Merah Putih kepada pengendara sepeda motor di Samarinda.

YANG TAK MAMPU, GRATIS

Banyak yang tidak tahu bahwa penggunaan bendera Merah Putih ada aturannya, termasuk soal ukuran bendera. Selain dalam peringatan HUT Kemerdekaan, kita sangat bangga kalau Merah Putih dikibarkan atau dikirab dalam even-even tertentu seperti olahraga terutama ketika atlet kita menjadi juara.

Makanya kita sempat gusar atas kelalaian Indonesia dalam menangani masalah doping, sehingga Badan Anti-Doping Dunia (WADA) pada 7 Oktober 2021 sempat melarang atlet Indonesia mengibarkan bendera Merah Putih di arena olahraga. Termasuk ketika kita merebut Piala Thomas tahun 2020. Sangat ironis, sebab sudah 19 tahun kita nantikan saat yang membanggakan itu. Sayangnya tanpa Merah Putih dikibarkan.

Kita juga sangat geram ketika di media sosial ada wanita di Kerawang, Jawa Barat, tahun lalu melakukan pembakaran bendera Merah Putih. Belakangan diketahui wanita itu ternyata mengalami gangguan jiwa.

Pernyataan mengenai bendera negara tertuang dalam Pasal 35 UUD 1945 yang berbunyi, “Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih.”

Sementara itu, ketentuan mengenai pemasangan bendera Merah Putih dicantumkan dalam UU No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.

Saya sangat sedih melihat masih banyak warga masyarakat belum memasang bendera Merah Putih, menjelang  peringatan HUT ke-77 Kemerdekaan RI, yang tinggal beberapa hari lagi. Padahal dalam UU itu, kita wajib mengibarkan, baik di gedung-gedung, bangunan termasuk rumah kediaman.

Terhadap warga yang tidak mampu, Pemerintah wajib memberikan bendera secara gratis. Ini yang jarang kita dengar dan dilaksanakan. Tahun ini memang ada instruksi pemerintah daerah membagi-bagi bendera. Kaltim mencanangkan Gerakan 10 Juta Bendera Merah Putih. Sudah dimulakan pekan lalu oleh Wagub Hadi Mulyadi bersama Danrem 091/ASN Brigjen TNI Dendi Suryadi. Sayangnya semuanya bendera kecil untuk dibawa di tangan atau diikat di kendaraan. Seyogianya ada juga bendera yang bisa dikibarkan di depan rumah.

Ukuran bendera Merah Putih bergantung dengan konteks di mana dia dipasang. Khusus di Istana Kepresidenan ukurannya 200 cm x  300 cm. Untuk di lapangan umum 120 cm x 180 cm. Khusus di ruangan 100 cm x 150 cm. Untuk di mobil pejabat negara 30 cm x 45 cm. Di kendaraan umum 20 cm x 30 cm. Untuk di kapal 100 cm x 150 cm. Untuk di pesawat udara 30 cm x 45 cm. Dan di atas meja 10 cm x 15 cm.

Bendera Merah Putih sebagai simbol jati diri bangsa Indonesia memang mirip dengan bendera 3 negara lain yaitu Monako, Singapura, dan Polandia. Dari ketiga negara itu, bendera  Monako yang paling sama. Hanya skalanya saja yang berbeda. Rasio bendera Indonesia 2:3, sedangkan Monako 4:5. Monako lebih dulu meresmikan bendera negaranya pada 4 April 1881.

Ketika saya menggantikan bendera Merah Putih di Masjid At Taqwa, ada lelaki tua keluar dari masjid. Ia meminta kepada saya agar bendera lama diberikan kepadanya. “Biar saya kibarkan di rumah. Bendera Merah Putih dari masjid pasti penuh doa dan berkah,” katanya bangga. Dirgahayu Bangsaku. Dirgahayu Indonesia.(*)

Ibu Fatmawati, istri Bung Karno.

*) Rizal Effendi

– Wartawan senior Kalimantan Timur

– Wali Kota Balikpapan dua periode (2011-2021)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *