UNIVERSITAS Mulawarman (Unmul) merayakan hari jadinya atau Dies Natalis ke-60, tanggal 27 September ini. Berbagai kegiatan tengah dilaksanakan. Tapi yang perlu dicatat, ini dies natalis terakhir yang dipimpin Prof Dr H Masjaya, M.Si karena sebentar lagi jabatan rektornya sudah berakhir. Dia bakal digantikan Dr Ir H Abdunnur, M.Si, yang sekarang ini masih duduk sebagai wakil rektor Bidang Umum, Sumberdaya Manusia, dan Keuangan.
Prof Masjaya sudah 8 tahun memimpin Unmul atau dua periode masa jabatan. Tanggal 20 Oktober nanti berakhir masa tugasnya. Selanjutnya Abdunnur, putra ulama KH Sabranity yang berusia 55 tahun akan dilantik menjadi rektor ke-9 atau ke-13 Unmul kalau dihitung dengan masa kepemimpinan presidium pada awal berdirinya Unmul.
“Ya saya akan dilantik bulan Oktober nanti,” kata Abdunnur. Dia menjadi rektor pertama asli dari orang daerah. Dia alumnus Fakultas Pertanian tahun 1986, kelahiran Bulungan, tumbuh dan besar di Samarinda. Satu fakultas dengan Gubernur Dr Isran Noor dan mantan gubernur Kaltara Dr Irianto Lambrie serta Wakil Wali Kota Samarinda Dr Rusmadi Wongso. Dalam pemilihan rektor 11 Agustus lalu, Abdunnur meraih suara terbanyak mengungguli calon lainnya Prof Bohari Yusuf dan Dr Idris Mandang.
Ketika saya kuliah, rektornya Prof R. Sambas Wirakusumah (1972-1980). Kemudian diganti Prof Soetrisno Hadi bersamaan dengan pindahnya kampus utama dari Flores ke Gunung Kelua. Saya sendiri tak sempat menikmati suasana dan dinamika kampus baru. Sambas boleh dibilang rektor pertama setelah era presidium. Guru besar berdarah biru ini banyak memajukan Unmul termasuk penetapan Pola Ilmiah Pokok (PIP) Unmul, yaitu hutan tropika humida dan lingkungannya (HBT+L).
Ada 8 agenda utama, yang dilaksanakan Unmul dalam dies natalisnya yang bertema “Unmul Hebat, Kaltim Berdaulat, IKN Kuat.” Mulai even golf, talkshow, Unmul mengaji (22/9), Expo “Education and Bazar,” (22-25/9), wisuda (24/9), jalan sehat (25/9), reuni akbar alumni (25/9), rapat senat terbuka (27/9) dan malam sarasehan (27/9).
Serta sejumlah program menarik berlabel “60,” di antaranya 60 lulusan SMA/SMK bebas tes masuk Unmul, 60 mahasiswa berprestasi dan kurang mampu bebas UKT satu semester, 60 penghargaan Mulawarman Awards kepada birokrat, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, dan tokoh pemuda, 60 penghargaan Alumni Berdedikasi, Publikasi Terbaik dan Mitra Kerjasama Berjasa, 60 karya penelitian dan pengabdian dalam pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) dan daerah penyangga, desa binaan/KKN tematik dalam rangka program Merdeka Belajar Kampus Merdeka.
Saya ikut bersemangat menyambut 60 Tahun Unmul. Maklum saya mendapat tugas baru dari teman-teman alumni Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB). Saya didaulat menjadi ketuanya. Otomatis ke depan akan banyak berkomunikasi dengan kampus, terutama fakultas. Saya seakan back to campus. Apalagi Dekan FEB Ibu Prof Dr Hj Syarifah Hudayah, M.Si meminta agar peran alumni bisa lebih meningkat lagi untuk kemajuan fakultas dan adik-adik mahasiswa.
Pada masa kepemimpinan Dr Meiliana, IKA FEB memberikan bantuan beasiswa kepada sejumlah mahasiswa FEB berprestasi dan tidak mampu. “Alumni FEB sangat banyak dan menempati sejumlah posisi penting di berbagai tempat, kita dorong dan gugah mereka untuk memerhatikan fakultas dan adik-adik mahasiswa,” katanya.
Sekarang ini, Unmul merupakan perguruan tinggi dengan jumlah mahasiswa terbesar di Kalimantan. Bayangkan jumlah mahasiswanya mencapai 37 ribu orang lebih. Lebih besar dari penduduk Kecamatan Samarinda Kota. Bahkan melebihi jumlah penduduk Kabupaten Tana Tidung, Kaltara yang tercatat 25.584 jiwa (2020).
Puluhan ribu mahasiswa itu, kuliah pada 14 fakultas dan satu program pasca-sarjana. Mulai Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Fakultas Kedokteran, Fakultas Farmasi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan, Fakultas Pertanian, Fakultas Teknik, Fakultas Teknologi Informasi dan Komunikasi, sampai Fakultas Kehutanan yang sempat menjadi salah satu kebanggaan Unmul.
Zaman saya dulu hanya ada 4 fakultas, dua fakultas yaitu Ekonomi dan Ilmu Sosial (Sospol) di Kampus Flores di Jl Flores dan 2 fakultas lagi, Pertanian dan Kehutanan di Kampus Sidomulyo di Jl Biawan.
Fakultas Ekonomi dan Sospol adalah pecahan dari Fakultas Ketatanegaraan dan Ketataniagaan. Sempat didirikan juga Fakultas Teknik dan Jurusan Sosiatri Fakultas Sospol di Balikpapan. Tapi hanya dua tahun berjalan, lalu ditutup karena kesulitan dana dan tenaga. Begitu juga Fakultas Pertambangan.
ADA BENANG MERAH
Unmul punya benang merah dengan Pemerintah Provinsi Kaltim. Maklum embrionya lahir berkat tangan Gubernur Abdoel Moeis Hassan. Dia mengajak bupati dan tokoh masyarakat terlibat. Maka tanggal 7 Juni 1962 berdirilah Perguruan Tinggi Mulawarman (PTM) bersamaan dengan yayasannya.
Yayasannya melibatkan Dorinawati Samalo alias Ny Lo Beng Long sebagai bendahara. Dia ibunda pengusaha Ronald Lolang pemilik CV Samalo dan bioskop Mahakama dulu di Kawasan Pelabuhan dekat Tepekong. Berkat kedermawanan Ny Lo Beng Long, Unmul diberi hibah rumah panggung bergaya Melayu dan Eropa, yang dijadikan kampus pertama di Jl Flores. Lokasi itu sekarang menjadi kampus Fakultas Ilmu Budaya dan Balai Bahasa.
Dulu di situ ada sekretariat Dewan Mahasiswa. Juga Radio Kampus Unmul. Keduanya ditutup Rektor Sambas ketika saya dan teman-teman menggelar aksi demo menentang KNPI masuk GBHN dan pembangunan Taman Mini Indonesia Indah.
Dalam perjalanannya, PTM ditingkatkan dan diubah namanya menjadi Universitas Kalimantan Timur (Unikat) oleh Menteri Pendidikan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan Thoyib Hadiwidjaja. Tapi belakangan dikembalikan lagi jadi Universitas Mulawarman oleh Presiden Soekarno pada 23 April 1963. Sedang tanggal 27 September 1962 ditetapkan sebagai tanggal berdirinya Universitas Mulawarman atau Unmul.
Sepuluh tahun perjalanan awal Unmul (1962-1972), selalu dipimpin ketua presidium. Mulai Sayid Mochsen (bupati Kepala Daerah Tingkat II Kaltim), Gubernur Abdul Moeis Hassan, Gubernur Kol Soekadijo sampai Gubernur Brigjen TNI Abdoel Wahab Sjachranie.
Rektor ke-3 Unmul Dr HM Yunus Rasyid, MA (1988-1997) banyak terlibat sejak pendirian Unmul. Selain itu ada nama Saleh Nafsi, SH yang pernah menjadi Bupati Pasir, Drs Achmad Dahlan, Bupati Kutai ayahanda almarhumah Wirasni Dahlan (istri Sekprov Kaltim Syaiful Teteng) dan almarhum Dr Erwin Resmawan (dosen Fisipol), Ny Djumantan Anang Hasyim (istri wali kota Samarinda Drs Anang Hasyim), Letkol Ngoedio, Bc.Hk (wali kota Samarinda) dan Drs Anwar Chanani (ayahanda mantan wakil wali Kota Balikpapan Heru Bambang).
Nama lain yang pernah menjadi Rektor Unmul adalah Prof Rachmad Hernadi (1997-2006), Prof Achmad Ariffien Bratawinata (2006-2010), dan Prof Zamruddin Hasid (2010-2014), senior saya di Fakultas Ekonomi.
Saya bangga menjadi alumnus Unmul, meski sempat nyaris di-DO karena keasyikan jadi aktivis dan wartawan. Di rumah, saya punya dua jaket kuning almamater. Unmul termasuk salah satu perguruan tinggi terbaik di Indonesia. Akreditasinya A. Pernah berada di peringkat 48 dari 3320 kampus di Tanah Air. Atau peringkat 30 dari 150 universitas terbaik di negeri ini. Banyak kemajuan diraih Unmul di era Masjaya. Apalagi dia juga duduk sebagai tim ahli di lembaga transisi Ibu Kota Nusantara (IKN).
Bagi saya Unmul penuh kenangan. Saya pernah main teater dan baca puisi. Menjadi penyiar radio kampus. Pernah ditahan Laksusda/Kopkamtib gara-gara demo. Mendirikan koran mahasiswa. Dan pemain brigde yang andal bersama Arthur, Anjar dan Maruji Hamid, adik mantan wali kota Balikpapan Imdaad Hamid. Beberapa “murid” brigde saya masih main di kampus di antaranya Dr Fitriadi dan Dr Omar Dhani.
Ada satu lagi kebanggaan saya. Bersama 3 mahasiswa lainnya mewakili fakultas masing-masing, saya pernah mengikuti program KKN Indonesia Timur di Sulawesi Selatan bersama mahasiswa kampus lain di antaranya Unhas, IKIP Makassar, Unsrat Manado, Unlam Banjarmasin, dan Unhalu Kendari.
Karena saya dari Samarinda, saya ditempatkan di satu desa terpencil di Kabupaten Pinrang. Nama desanya, Kassa, Kecamatan Patampanua. Waktu itu belum ada jalan darat. Saya harus naik perahu ketinting menyusuri Sungai Saddang, yang tembus ke Enrekang. Tak jauh dari Toraja.
Yang sempat membuat saya ketakutan, desa itu belum ada listrik. Penerangannya kalau malam pakai lampu petromaks atau stronkeng (stormking). Setengah malam gelap gulita. Saya takut hantu padahal di sana konon banyak parakang, hantu jadi-jadian. Kaya hantu kuyang. Bayangkan si takut hantu itu, beberapa puluh tahun kemudian menjadi wali kota Balikpapan.(*)