ADA warung kopi baru di Balikpapan. Namanya Coffee Wain. Mengambil tempat di sebuah ruko di Jl Manunggal BDS No 84, Bukit Damai, Balikpapan Selatan. Ada tiga hal yang membuat warung kopi ini istimewa. Pertama, kedudukan sang pemiliknya. Dan yang kedua, kopi dan menu yang disajikan sangat khas. Ketiga, nama kafe yang mengambil nama hutan dan sungai di Balikpapan, yaitu Sungai Wain.
Sang pemiliknya adalah Azhari Idris. Dia bukan orang sembarangan. Azhari adalah kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi Kalimantan-Sulawesi (SKK Migas Kalsul). Orang yang bertanggung jawab untuk meningkatkan produksi minyak mentah dan gas alam di wilayah Kalimantan dan Sulawesi.
Asal tahu saja, secara nasional produksi minyak dan gas dari areal pengeboran di Kalsul menyumbang 42 persen. Hampir separuh. Terdiri 11 persen dari minyak dan 31 persen dari gas. Target pemerintah produksi bisa mencapai 1 juta barel. Tahun 2023 ini, SKK Migas Kalsul akan melaksanakan kegiatan 12 sumur eksplorasi dan 223 sumur eksploitasi.
Karena tanah kelahiran Azhari dan istrinya, Hj Dahniar ST dari Aceh, maka warung kopinya sengaja menyajikan kopi khas Aceh dengan berbagai varian. Rasanya belum ada di Balikpapan. Tidak kopi saja, dia juga menyediakan makanan khas Aceh di antaranya mi Aceh, yang sangat populer.
Kopi Aceh atau kopi gayo merupakan varietas kopi arabika yang menjadi salah satu komoditas unggulan yang berasal dari dataran tinggi Gayo, Aceh Tengah. Kopi gayo arabika ini digadang-gadang sebagai salah satu kopi terbaik di dunia.
Sedang mi aceh dikenal sebagai mi pedas, yang disuguhkan bersama irisan daging sapi, daging kambing atau makanan laut. Lalu disajikan dalam sup sejenis kari yang gurih dan pedas. Mi aceh biasanya juga ditaburi dengan bawang goreng bersama emping, irisan bawang merah, mentimun dan jeruk nipis.
Meski pemilik dan menunya orang Aceh, Azhari memberi nama kafenya, Coffee Wain. Sepertinya dia tetap ingin ada warna lokal dari Kaltim khususnya Balikpapan. Wain lengkapnya dikenal sebagai Kawasan Hutan Lindung Sungai Wain atau disingkat HLSW, yang terletak di Km 15 Jalan Soekarno-Hatta.
Kawasan seluas 10 ribu hektare itu, terdiri dari hutan tropis primer dan sekunder. Di situ ada aliran sungai Wain sepanjang 18.300 meter, yang sebagian airnya dimanfaatkan oleh Pertamina. Hutan ini sudah dijaga oleh Sultan Kutai sejak tahun 1934, lalu di tahun 1992 dikembangkan untuk merehabilitasi 80 orangutan hasil tangkapan Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) yang dipimpin Prof Willie Smits. Sejak itu pula HLSW difungsikan sebagai pusat laboratorium flora dan fauna serta pusat pendidikan lingkungan hidup.
Saya tidak tahu persis mengapa Azhari masih mau membuka warung, padahal kesibukannya dalam urusan mencari dan mengeksploitasi migas sangat berat. Tapi bisa jadi istrinya, meski sarjana teknik suka memasak. Sekalian untuk memperkaya khazanah kuliner di Balikpapan sebagai kota penyangga Ibu Kota Nusantara (IKN). Karena itu kuliner yang ditawarkan tidak saja makanan Aceh, tapi juga dikombinasi dengan seafood Balikpapan.
Saya dan istri, Bunda Arita mampir ke Coffee Wain pada acara grand opening, Minggu (24/2) lalu. Saya lihat Bu Dahniar sangat cekatan menyajikan beberapa menu Aceh. Mulai kue-kuenya sampai akhirnya ke nasi goreng dan mi Aceh. Saya sangat menikmati bersama teman-teman. Ada Pak Adam Sinte dan Bu Ani Adam, ketua KKSS Balikpapan, Hafni Kanape, Rona dan tokoh Banjar, Andien.
Ada kue timphan yang kemasannya dari daun mirip otak-otak Sulawesi. Kue basah ini terkenal sekali di Aceh terutama saat menjelang Lebaran. Mirip nagasari. Tapi jika nagasari memakai potongan pisang sebagai isinya, timphan memakai pisang sebagai bahan kulit kue. Nantinya adonan diisi dengan parutan kelapa atau sarikaya.
Saya baru sekali mencobanya. Ternyata enak sekali. Mirip pais yang memang kesukaan saya. Ketua KKSS Adam Sinte dan istrinya, Bunda Ani Adam juga menikmati. Alhamdulillah, begitu pulang masih diberi kue timphan untuk dimakan di rumah. Saya bagi-bagi dengan cucu saya, Defa dan Dafin. Cucu saya Defa mengikuti saya. Apa yang saya makan, itu juga yang disukainya.
MUSIK DAN DISKUSI
Sambil menikmati kopi dan menu khas Aceh, Coffee Wain juga menyediakan hiburan live music. Jadi tamu dan pengunjung bisa ikut bernyanyi. Saya sempat didaulat menyanyikan lagu kesukaan saya. “Jaga Selalu Hatimu,” yang dibawakan Ifan Seventeen dan “Menunggu Kamu,” dari Anji.
“Nanti kita buat juga acara diskusi di sini. Mungkin Pak Rizal kita undang sebagai narasumber pertama,” kata Azhari. Biar yang datang mendapat pencerahan. Mulai soal IKN, minyak dan topik-topik menarik yang berkembang di masyarakat.
Azhari Idris, profil yang menarik. Teman dekat mantan gubernur Aceh Irwandi Yusuf ini, tadinya bukan orang minyak. Disiplin ilmunya sarjana agama Islam. Ketika dia kuliah di Amerika dan juga bertugas di Henry Dunant Centre (HDC), ada temannya yang menggaransi dia masuk ke Unocal, perusahaan migas yang berbasis di negeri Paman Sam.
Dia sempat memperdalam ilmu geothermal. Karena itu ketika Unocal beralih ke Chevron, Azhari sempat bertugas di Jakarta di bidang penanganan manajemen risiko industri hulu migas dan geothermal untuk Indonesia dan Filipina.
Selanjutnya dia ditarik BP Migas untuk bertugas di kampung halamannya. Pada saat puncak pandemi Covid-19 pada Juni 2021, dia dilantik menjadi kepala SKK Migas Kalsul dan berkantor pusat di Balikpapan.
Ayah tiga anak ini mengaku dia dan istri senang tinggal di Balikpapan. Suasananya guyub dan memberikan prospek baru sebagai kota penyangga IKN. Dia juga tak merasa asing karena komunitas Aceh di Balikpapan cukup banyak juga. Diperkirakan ada 500-an orang.
Pada acara festival seni Sekolah Dasar Islam Terpadu – Balikpapan Islamic School (SDIT-BIS) di halaman Dome beberapa waktu lalu, cucu saya Dafin disertakan gurunya menari Saman. Tari Saman merupakan tarian populer dari suku Gayo yang menggambarkan pendidikan, keagamaan, sopan santun, kepahlawanan, kekompakan, dan kebersamaan.
Lucu sekali Dafin menari Saman. Badannya yang bongsor sangat menonjol di sela-sela temannya yang terbilang kecil. Tapi dia cuek saja mengikuti gerak tari Saman, yang memerlukan kekompakan. “Asyik aja, Dafin ngga ada yang salah,” katanya seusai tampil dengan bangga. Dari bawah panggung saya tersenyum sekaligus terharu. Sebab, cucu saya yang satu ini cita-citanya mau jadi wali kota seperti kainya. Mungkin perlu doanya orang Aceh, yang dikenal sebagai Negeri Serambi Makkah.(*)