SIDRAP itu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel). Lengkapnya, Kabupaten Sidenreng Rappang dengan ibu kotanya Pangkajene Sidenreng. Wilayahnya yang berbatasan dengan Enrekang, Barru, Parepare, dan Pinrang dikenal dengan kincir anginnya yang menghasilkan tenaga listrik 75 megawatt.
Tapi nama Sidrap juga ada di Kalimantan Timur (Kaltim). Meskipun wilayahnya hanya setingkat dusun atau kampung, yang letaknya di antara Kabupaten Kutai Timur (Kutim) dengan Kota Bontang. Mungkin juga nama itu diberikan oleh orang-orang Sidrap yang merantau ke sana. Sesekali memang ada makanan khas Sidrap, nasu palekko.
Yang menarik, kampung Sidrap itu menjadi pusat sengketa batas wilayah di antara dua daerah tingkat dua tadi. Perselisihan itu berlangsung cukup lama. Sekitar 18 tahun, yakni sejak 2005. Bayangkan. Dan selalu memuncak jika menjelang Pemilu terutama pemilihan kepala daerah (Pilkada). Pemantiknya tiada lain karena berkaitan dengan urusan hak pilih warganya.
Waktu Pilkada serentak 2020 termasuk pemilihan wali kota (Pilwali) Bontang dan pemilihan bupati (Pilbup) Kutim, sebagian besar warga Sidrap ikut mencoblos ke TPS Bontang bukan ke TPS di Kutim. Meski wilayahnya secara resmi berada di Kutim.
Sidrap memanas lagi pekan ini menyusul keputusan Pemerintah Kota Bontang menggandeng kuasa hukum Hamdan Zoelva melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA) untuk memenangi perebutan Kampung Sidrap.
Hamdan Zoelva atau lengkapnya Dr Hamdan Zoelva, SH, MH adalah ketua MK periode 2013-2015. Orang semua tahu dia tokoh hukum dan politik yang sudah malang melintang dengan profesinya. Karena itu gugatan yang dilakukan Pemkot Bontang tidak main-main. Apalagi APBD Pemkot Bontang menyisihkan anggaran Rp 3,7 miliar untuk menyukseskan gugatan tersebut.
Menurut Kabag Hukum Pemkot Bontang Saifullah, pihaknya juga menyiapkan 165 dokumen untuk memperkuat data dalam memenangkan gugatan. Dokumen itu mereka serahkan kepada Hamdan Zoelva, yang telah ditunjuk sebagai kuasa hukum.
Penunjukan Hamdan Zoelva ditandai dengan penandatanganan surat kuasa dari Pemkot Bontang yang berlangsung di kediaman resmi Wali Kota Bontang Basri Rase, Minggu (9/7) lalu. Basri Rase bersama Ketua DPRD Bontang Andi Faizal Sofyan menandatangani surat kuasa tersebut lalu menyerahkan kepada Hamdan Zoelva.
“Apa pun hasilnya nanti, Pemkot Bontang siap menghargai keputusan hukum. Tapi kita percaya Pak Hamdan sudah berpengalaman. Kita minta doa dari masyarakat Sidrap, agar hasilnya sesuai harapan kita semua,” kata Basri bersemangat.
Hamdan sendiri menegaskan, mereka akan melakukan dua gugatan sekaligus. Satu ke MK berkaitan dengan gugatan judicial review terhadap perundang-undangan tapal batas. Yang kedua ke MA terkait Permendagri yang menetapkan tapal batas Sidrap. “Kita meyakini gugatan ini memberikan hasil yang terbaik bagi Bontang dan Sidrap,” jelasnya.
Dia memperkirakan keputusan hukum tentang Kampung Sidrap turun sebelum akhir tahun 2023, sehingga kepastian statusnya sudah jelas sebelum Pemilu serentak Februari 2024.
Wakil Ketua DPRD Bontang Agus Haris mendukung penuh gugatan tersebut. Maklum dia tinggal di Kampung Sidrap tapi memiliki KTP Bontang. “Kami merasakan sulitnya mendapat dukungan pembangunan seperti pembangunan jalan, kesehatan dan pendidikan dari Pemkot Bontang karena terbentur regulasi dari Pemkab Kutim,” jelas politisi Gerindra ini.
Dalam beberapa kali pertemuan di tingkat provinsi, hampir disepakati kalau Kampung Sidrap masuk wilayah Bontang. Pada bulan Oktober 2021 lalu, Gubernur Isran Noor pernah menyatakan bahwa Sidrap memang layak masuk wilayah Bontang. Pemprov Kaltim juga sudah bersurat ke Mendagri. “Jadi tidak ada alasan lagi bagi Kutim menghalangi proses pemindahan status wilayah,” jelasnya.
Menurut Gubernur, secara geografis Kampung Sidrap lebih dekat dengan kota Bontang. Karena itu wajar kalau masuk ke wilayah tersebut. “Kasihan masyarakat kalau mengurus administrasi harus pergi jauh ke Kutim,” ujar mantan bupati Kutim tersebut.
KUTIM NGOTOT LAGI
Pemkab Kutim yang tadinya hampir menerima kesepakatan itu, belakangan berubah lagi. Terutama karena reaksi yang keras dari tokoh dan masyarakatnya. “Kita yang memperjuangkan Sidrap lepas dari Taman Nasional Kutai (TNK), jadi tidak bisa Bontang seenaknya mengambil wilayah tersebut. Kalau pertimbangannya faktor kedekatan, sekalian aja ambil Kecamatan Teluk Pandan,” sindir warga Kutim, Irwan.
Ketua DPRD Kutim Joni juga menegaskan, secara hukum kampung Sidrap merupakan bagian wilayah Kutim. Itu sesuai dengan Permendagri No 25 Tahun 2005 tentang Penentuan Batas Wilayah antara Kota Bontang dengan Kutim dan Kutai Kartanegara (Kukar).
“Karena itu kami tetap mempertahankan Kampung Sidrap, yang telah disepakati bersama dan dikuatkan oleh Permendagri tadi, kecuali ada keputusan lain,” jelasnya.
Dalam Permedagri itu ditegaskan, Kampung Sidrap seluas 164 hektare masuk wilayah Desa Martadinata, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Kutim.
Pada awalnya sesuai data Disdukcapil Kutim, hanya ada 4 RT di wilayah Sidrap. Karena itu statusnya disebut dusun. Namun belakangan wilayah tersebut dimekarkan menjadi 7 RT. dan berubah menjadi Kampung Sidrap.
Yang unik, sejumlah warga Sidrap memegang KTP Bontang. Sesuai data 2010, diketahui sudah ada 2.000 jiwa warga Sidrap mencatatkan diri sebagai warga Bontang dan melakukan perekaman E-KTP Bontang. Angka ini sudah pasti bertambah dan diperkirakan jumlah lebih 3.000 orang.
Sekkab Kutim Trisno menyatakan mustahil Kampung Sidrap bisa masuk ke wilayah Bontang. “Kita merasa tidak ada permasalahan batas antara Kutim dan Bontang. Yang ada masalah ekonomi dan politik,” tandasnya.
Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman menegaskan, pihaknya tidak akan melepas wilayah Sidrap ke Pemkot Bontang. Dia berpatokan dengan Permendagri No 25 Tahun 2005 tentang penentuan batas wilayah Bontang, Kutim, dan Kukar. “Warga Sidrap harus menyadari kalau wilayahnya ada di Kutim. Kita juga siap membangun Sidrap,” tandasnya.
Menyaksikan “perang” perebutan wilayah Sidrap, saya jadi teringat perseteruan Pemkot Balikpapan dengan Pemkab Penajam Paser Utara (PPU) dalam perebutan wilayah Kelurahan Mentawir. Untunglah sengketa itu berakhir damai, meski sempat ada gugatan juga dari PPU ke MA.
Seorang teman kirim pantun kepada saya. “Dari Sidrap sampai Mentawir. Jangan lupa beli sirap dan kecipir. Kalau Bontang dan Kutim tak saling cibir. Urusan Sidrap insya Allah akan manis berakhir.”(*)