WAKIL GUBERNUR Hadi Mulyadi dan istri, Hj Erni Makmur merayakan milad perkawinan mereka ke-30 tahun, Senin (20/2) malam. Acara berlangsung sederhana di kediaman resmi wagub, di samping Taman Samarendah Samarinda.
Dengan senyum Wagub menyambut kedatangan sejumlah tamu yang diundang terbatas. Yang menarik hadir mantan gubernur Awang Faroek Ishak. Meski berkursi roda, Pak Awang tetap semangat. Dia masih menjadi anggota DPR RI dapil Kaltim dari Fraksi NasDem. Ada juga tokoh senior H Asmuni Alie dan H Alwy AS serta mantan Sekprov Sa’bani.
Selain itu, ada tamu khusus. Sejumlah ahli Jerman yang puluhan tahun silam pernah bertugas di Kaltim dalam proyek kerjasama yang bertajuk Transmigration Area Development (TAD). Saya masih ingat salah satu objek kerjasamanya di wilayah Kota Bangun, Kabupaten Kutai Kartanegara.
Mereka datang kembali ke Kaltim untuk melihat hasil kerjasama tersebut. Di antaranya Dr Bernhard May (Team Leader TAD Samarinda) dan Anita Moritz. Dia membawa sejumlah ahli. Juga datang Koordinator TAD Jakarta, Heiko Fahnel bersama LO Christiane Kalle.
“Kebetulan mereka ada di Samarinda, sekalian saya undang. Selamat datang Dr May dan rombongan, selamat pulang kampung,” kata Wagub menyambut hangat.
Dr May senang sekali bisa kembali ke Kaltim. Dia kaget melihat perkembangan daerah ini yang mengalami kemajuan luar biasa. Apalagi sudah ditetapkan sebagai Ibu Kota Nusantara (IKN). Dia datang 40 tahun yang silam dan menginap di Lamin Indah, hotel milik Pemprov Kaltim yang sudah dirobohkan dekat Hotel Mesra.
Beberapa pejabat yang pernah bersama Dr May sudah tiada. Di antaranya Ketua Bappeda Ir Soedarsono Sukardi dan Drs Djakfar Achmad. Tim lainnya masih bisa datang di antaranya HM Sa’bani, Zairin Zain dan Rama Asia.
Menurut Wagub, ketika proyek TAD berlangsung di Kaltim, dia masih duduk di bangku SD. “Tapi buku dan laporan TAD sudah saya baca dan banyak menjadi rujukan dalam pembangunan dan pengembangan wilayah ini,” jelasnya.
Sambil mengucapkan selamat ke Hadi, Pak Awang bercerita kembali soal pembangunan Kaltim termasuk ketika dia masih menjadi gubernur. Tidak lupa dia menyinggung kawasan ekonomi khusus Maloy di Kutai Timur, yang menjadi obsesi dia sepanjang masa. Pak Awang juga nyanyi, satu hobi dengan Hadi. “Kita doakan Pak Hadi jadi gubernur,” kata Pak Awang. Hadi sendiri pada Pemilu 2024 rencananya kembali menjadi caleg DPR RI dari Partai Gelora, yang baru dipimpinnya.
Pasangan Hadi dan Erni tampak bahagia. Mereka bersyukur perjalanan hidup dan kariernya sukses diberkahi Allah SWT. Kelima anaknya memberikan ucapan selamat. Tapi satu tak bisa hadir karena sekolah di luar daerah. Mereka sudah punya satu cucu. “Ayah dan ibu menjadi inspirasi buat kami,” kata Muhammad Al Fatih, putra ketiga Wagub, mahasiswa Unmul, pemerhati lingkungan dan juga penulis.
Hadi dilahirkan di Samarinda, 9 Mei 1968. Sedang Erni lahir di Bulukumba, Sulsel, 23 Mei 1971. Mereka menikah 20 Februari 1993. Sepertinya Hadi bertemu Erni ketika dia kuliah di Universitas Hasanuddin Makassar.
SAMPAI LUPA
Sementara itu di Balikpapan ada dua tokoh yang juga merayakan hari perkawinannya, pekan lalu. Sama-sama merayakan hari perkawinan emas. Itu berarti sudah 50 tahun pasangan itu hidup bersama. Mereka adalah pasangan Dr H Andi Syarifuddin, MM, MBA dan Hj Suharti SE serta pasangan Lie Liansyah dan Inge Viawaty Goeij.
Dua-duanya pengusaha. Tapi Andi Syarifuddin juga tokoh politik dan pemerhati sosial. Selain owner PT Handaitolan Babussalam Hartisyarifuddin, Andi juga Ketua Umum DPP Lembaga Pemberdayaan Wiraswasta Indonesia (LPWI), Ketua Dewan Penasihat DPP Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI), Ketua Dewan Penasihat KKM Bone dan pernah menjadi Ketua Harian DPP Partai Republik. Sedang Bu Harti pernah menjadi anggota DPRD, Ketua GOW dan Ketua Kowapi.
Acara Pak Andi digelar anak-anaknya di Hotel Novotel, sedang Pak Lie Li berlangsung di Hotel Gran Senyiur. Kebetulan Pak Lile Li besanan dengan pemilik Hotel Senyiur, Jos Soetomo. Putrinya Yessi menikah dengan Wahyu Soetomo, salah seorang putra Pak Jos.
Saya dan istri, Bunda Arita ikut hadir di tengah kebahagiaan Pak Andi dan Bu Harti. Bahkan sebelumnya diminta memberikan testimoni oleh salah seorang putra Pak Andi, Andi Arif Agung (A3), yang kini menjadi anggota DPRD Balikpapan. Sedang di acara Pak Lie Li, hanya istri saya yang datang karena saya ada tugas ke Samarinda.
Keluarga Pak Lie Li senang bunda Arita bisa datang. Bahkan dia didaulat anak-anaknya menyerahkan bunga kepada ayah ibu mereka yang lagi bahagia. Wahyu dan istrinya juga senang bisa bertemu karena lama tak berkomunikasi. Sebagian undangan juga menyapa ibu, karena ingat ketika Bunda Arita menjadi Pimpinan Cabang Bank BCA Balikpapan.
Sementara itu, Pak Andi dan Bu Harti didaulat 6 anaknya berikut 19 cucu memotong kue ultah perkawinan. Mereka tertawa seperti mempelai baru. Undangan juga. Ketika memanggil 5 cucunya, Pak Andi Syarifuddin harus mengeluarkan catatan, karena lupa.
Bu Harti ternyata awalnya bekerja di perusahaan Pak Andi. Belakangan dia dilamar. Menarik juga. Pak Andi yang berdarah Bugis bertemu Bu Harti, yang berdarah Jawa. Hebatnya, pasangan ini ternyata sangat serasi. Bahkan mereka sempat mengikuti acara HUT RI ke-67 tahun 2012 di Istana Negara mewakili Kaltim sebagai juara keluarga sakinah tingkat provinsi.
Sekarang Pak Andi berusia 73 tahun. Dia dilahirkan di Bone, Sulsel. Sedang Bu Harti berusia 70 tahun. Dia dilahirkan di Purworejo, Jateng. Tahun 1973 mereka menikah dan dikaruniai 6 anak, yang sukses dengan berbagai profesi. Ada yang menjadi pengusaha, dokter, manajer dan anggota DPRD.
Ketika merayakan hari perkawinannya, cucu-cucunya memanggil mereka “Eyang Andi dan Eyang Harti.” Pasangan ini menunjukkan bahwa dua budaya bisa bersatu. Bu Harti yang lembut bisa mengalahkan Pak Andi, orang Bugis yang dikenal pemberani. Pak Andi sangat menyayangi Bu Harti. Ketika merayu Bu Harti agar mau menjadi istrinya, Pak Andi memegang prinsip falsafah orang Bugis. “Iyaro mai melleku, tebbulu tettanete, lappa manengmua.” Artinya, kasih sayang yang kuberikan padamu tak satupun dapat menghalangi. Selamat dan terus bahagia.(*)