SEUSAI launching gerai ke-7 Straat Kitchen atau Straat Mantau milik Bung Arul di kompleks Telkom Jl MT Haryono, saya bergegas menuju Stadion Persiba di Batakan. Saya ingin menyaksikan pertandingan Persiba lawan Persewar Waropen, yang berlangsung Minggu malam.
Saya sempat tertahan di pintu masuk Tribun Selatan gara-gara tiket saya ternyata di pintu Barat. Syukur ada petugas yang kenal, akhirnya saya diperbolehkan masuk di pintu Selatan bergabung dengan Balistik, pendukung berat Persiba. Selama ini saya memang selalu menonton di sana.
Hati saya agak tidak nyaman saat itu. Penonton yang menyaksikan pertandingan juga tidak banyak. Stadion berkapasitas 40 ribu penonton itu tampak sepi. Mungkin hanya diisi seribu orang saja. Betul-betul kosong.
Pada babak pertama skor masih 0-0. Tapi tanda-tanda Persiba bakal keteter terasa. Permainan berat sebelah. Akhirnya drama itu terjadi di babak kedua. Empat gol tercipta. Hanya satu milik Persiba. Tiga gol lainnya milik lawan. Padahal Persewar bermain dengan 10 orang karena satu pemainnya terkena kartu merah.
Dengan posisi 1-3, saya meninggalkan stadion. Ada suporter Balistik yang menyarankan saya pulang. “Pulang aja, Pak Wali, kita tak mungkin menang,” katanya sambil berteriak. Dia masih memanggil saya “Pak Wali,” meski saya sudah tak lagi menjabat.
Di tengah perjalanan saya mendapat kabar sejumlah suporter Persiba mengepung bus yang dinaiki anak-anak Persiba. “Persiba diobok-obok. Persiba diobok-obok,” itu olokan mereka sambil menunjukkan jari tengah kepada para pemain. Mereka kesal dengan permainan Persiba, yang benar-benar di bawah kelas.
Paginya saya banyak mendapat komen dari sejumlah pendukung Persiba, yang sangat kecewa dengan hasil pertandingan. Dengan hasil yang ada, Persiba sudah di bibir jurang degradasi ke Liga 3. Sebab, dari 8 laga yang pernah dimainkan, tim selicin minyak asuhan pelatih Nil Maizar itu hanya sekali menang. “Apa tak ada solusi menyelamatkan Persiba?” kata seorang warga me-WA saya.
Sedih juga saya melihat nasib Persiba. Sebagai wartawan, saya sempat mengikuti dan meliput perjalanan Persiba cukup panjang. Waktu itu masih masa pemerintahan Wali Kota Kol CZI Syarifuddin Yoes di tahun 90-an. Pak Yoes menarik pelatih Ronny Pattinasarany dari Makassar, sehingga Persiba mengalami kemajuan pesat. Dan sempat bertengger di Divisi Utama.
Ketika saya menjabat wali kota, Persiba sudah mulai rapuh. Pak Syahril (pengusaha dan ketua Pemuda Pancasila), yang memegang manajemen Persiba menyatakan mundur. Kita sempat kebingungan siapa yang mau mengambil alih. Wakil Wali Kota Rahmad Mas’ud waktu itu sempat berminat. Tapi belakangan tak jadi alias batal.
Syukur Pak Sekda (Sayid Fadli) saat itu ketemu Pak Gede Widiade, tokoh bola nasional asal Bali. Akhirnya Pak Gede berkenan menangani Persiba. Pak Gede pernah menjadi investor 7 klub berbeda. Sempat membawa Persija Jakarta menjuarai Liga 1 tahun 2018.
Beberapa bulan lalu saya sempat berhubungan dengan Pak Gede. Ia menceritakan cukup berat menangani Persiba terutama sulitnya mendapat dukungan dari daerah. Tim itu terpaksa dia boyong markasnya ke Jakarta untuk menghemat biaya. Di Jakarta dia punya mes untuk menampung pemain.
BERALIH KE RAFII
Hari Senin (13/11) kemarin beredar press release dari Persiba. Dikirim langsung dari Jakarta. Ternyata berisi pernyataan mundurnya Pak Gede, dan masuknya manajemen baru yang dipimpin Mohammad Rafii Perdana (MRP).
Mendengar nama Rafii disebut, saya pikir Raffi Ahmad. Selebriti, pemilik klub bola RANS Nusantara FC di Liga 1. Ternyata bukan. Ada informasi MRP adalah putra mantan wakapolri Komjen Pol (Purn) Dr (HC) Syafruddin Kambo, yang sempat menjabat sebagai Menpan RB.
MRP bukan orang baru di bola. Dia telah berkiprah di sepakbola Indonesia dengan memberikan prestasi dan menjadi COO (Chief Operating Officer) Persija di tahun 2016-2018. Bersama Pak Gede, dia berhasil memberikan hadiah terbaik untuk warga Jakarta dengan menjuarai Liga 1 tahun 2018/2019, Piala Presiden 2018, Trofi Boost Fix Super Cup 2018 di Malaysia dan semifinalis AFC Cup 2018.
“Sejak Senin, 13 November 2023, saya mengambil alih manajemen Persiba dan melanjutkan perjuangan Pak Gede. Saya bersama CEO dan tim manajemen lainnya segera melakukan evaluasi untuk memajukan kembali tim dari Kota Minyak,” kata MRP.
Sementara Ichsan Rachmansyah selaku CEO baru bertekad membawa satu misi yaitu menyelamatkan klub ini tetap eksis di Liga 2 tahun depan. Kemudian selanjutnya menyusun semangat perjuangan baru agar Persiba bisa “come back” ke Liga 1.
“Doakan kita berjuang dan bekerja keras. Mohon dukungan dari semua suporter Balistik. Enam pertandingan yang tersisa wajib kita sapu bersih dengan meraih kemenangan untuk menjadi modal Persiba tetap bertahan di Liga 2 tahun depan,” tandas Ichsan.
Ketika saya hubungi malam tadi, Pak Gede mengatakan dia masih ada di Persiba. “Saya tetap di belakang Mas Rafii untuk memberikan dukungan,” katanya, meski kepemilikan sudah di tangan anak muda tersebut.
Pak Gede sendiri masih bergelut di dunia sepak bola. Dia tengah sibuk membentangkan sayap untuk PSF Academy-nya di beberapa kota. PSF Academy adalah akademi sepak bola dengan arena latihan berstandar FIFA dan pelatih yang berkualitas.
“Saya sudah menyediakan tujuan lapangan sepakbola di Indonesia. PSF ini untuk menunjang klub Liga 3 kami, Batavia dan klub liga 2 yang lain,” tambahnya.
Mendengar ada “dewa penyelamat” baru, sejumlah pendukung Persiba bangkit lagi. “Meski prestasi Persiba tak segede dulu lagi, meski Pak Gede tak lagi terlibat secara langsung, kami kembali bersemangat dengan kehadiran manajemen baru. Kita tunggu penampilan perdana Persiba di bawah kepemimpinan Pak Rafii Perdana,” kata mereka dengan antusias.(*)